Rabu, 04 Mei 2011

PNS NONGKRONG, SIAPA TANGGUNG JAWAB

Membaca berita radar kemarin, tertarik juga mengomentari dan memberikan pendapat. Judul berita tadi adalah Pada Jam kerja, Banyak PNS Nongkrong. Lebih hebat lagi nongkrongnya justru di kantin di area perkantoran pemkot di jalan pahlawan. Sebenarnya fenomena ini sudah banyak yang tahu dan seolah sudah menjadi hal yang biasa , ada oknum PNS bermain catur di warung atau ketika sudah di kantor justru masih sibuk baca koran atau sibuk bermain game komputer di tengah tengah jam sibuk.
Pertanyaannya kok bisa ada sikap PNS yang seperti itu dan jika hal itu terjadi, wewenang siapa untuk menindaknya. Bagaimana bentuk sanksinya, apakah cukup berupa peringatan atau harus ada tindakan keras berupa penurunan pangkat dan lain lain. Semua orang tentu menginginkan tampilan PNS yang baik, sebagai aparat yang melayani masyarakat dengn baik. Terlebih lagi belanja rutin dalam APBD untuk gaji mereka memakan prosentase yang paling besar. Tahun ini saja belanja untuk aparatur lebih dari 50 persen dari total APBD kota Pasuruan.
Beberapa hal yang menjadi alasan adanya PNS yang cangkrukan pada jam kerja adalah untuk membunuh kejenuhan, mumpung ada waktu, lagi tidak ada pekerjaan, dikantor tidak bisa merokok dan seabrek alasan pembenar lainnya. Seolah aktifitas tersebut adalah sesuatu yang wajar dan bukan suatu masalah yang patut untuk dicemaskan.
Jika ini yang terjadi, dan semoga saja ini adalah ulah para oknum. Mereka telah kehilangan orientasi tentang pekerjaannya. Kehilangan motivasi untuk berupaya melakukan perbaikan dari hari ke hari. Bisa jadi dalam benaknya, untuk apa capek capek melaksanakan tugas rutinnya toh tetap menerima amplop gaji setiap bulannya, tidak ada perbedaan yang rajin dan yang tidak, gajinya tetap sama. Pikirannya lesu maka merokok serta kopi di kantinlah jadi solusinya.
Kelesuan lainnya bisa juga karena merasa pengawasan dan perhatian atasannya yang dirasa kurang. Sang atasan terlalu sibuk dalam ruangannya, jarang melakukan kontrol terhadap anak buahnya, jarang menyapa sebagai bentuk perhatian sehingga membuka peluang oknum tadi untuk melarikan diri dari kantornya dan melesat bergabung dengan yang lain karena toh ada dan tiadanya dia tidak mempengaruhi hubungannya dengan atasan karena sang atasan tidak terlalu peduli dengan anak buahnya. Tidak mencari kalau dia tidak ada, tidak berkomunikasi dengan baik ketika mereka saling bertemu.
Secara sadar kita semua menginginkan, fenomena cangkrukan pada jam kerja harus diberantas atau minimal dikurangi, maka harus dilakukan secara personal dan melalui sistem. Secara personal harus secara rutin diingatkan akan hakekat seorang PNS. Slogan sebagai pelayan masyarakat, inklude didalamnya sebagai contoh panutan masyarakat harus terus digelorakan. Kenapa harus rutin, karena godaan dari luar dan bisikan kemalasan dari dalam dirinya itu berjalan terus menerus. Kalau hanya sekali dilakukan, maka tidak tertutup kemungkinan akan terulang kembali kebiasaan tersebut.
Maka tidak berlebihan rasanya bila seminggu sekali, para staf atau kepala bidang dikumpulkan oleh kepala SKPD untuk diberikan semacam kultum kebirokrasian, dikaitkan dengan ibadah kepada Allah. Mungkin dibutuhkan waktu hanya 10-15 menit. Langkah ini akan berefek kepada meningkatnya semangat kerja para kepala bidang dan terus berantai pada para staf. Acara kecil ini juga bisa ‘memaksa’ kepala SKPD untuk meningkatkan kemampuan mengorganisasi dalam dirinya, meningkatkan frekuensi kedekatan dengan anak buahnya.
Secara sistem, harus diperjelas tupoksi siapakah untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap PNS dalam kasus yang seperti ini. Siapakah yang berwenang untuk melakukan semacam razia, shock terapi bagi PNS nakal sepeti itu ? Tanggung jawab siapakah ? Kalau di kota lain, sering kita baca Satpol PP menggelar razia terhadap PNS yang cangkrukan dan belanja di mall saat jam kerja, maka di kota kita ini untuk sementara belum akan ada aktifitas satpol PP yang seperti itu. “ Kami tidak punya kewenangan seperti itu, tidak ada dalam tupoksi “ kata salah seorang petinggi Satpol PP. Gagah jawabannya tapi aneh juga rasanya. Kok bisa berbeda dengan kota lain. Pembinaan terhadap PNS diakui oleh Kepala BKD ada dalam kewenangannya, tapi yang sekarang ini banyak untuk kasus perceraian dan pernikahan dobel. Sementara dari Inspektorat juga belum pernah terdengar bahwa mereka melakukan operasi yang sifatnya shock terapi tersebut.
Jadi untuk sementara bersabar dulu dalam masalah tersebut, kita beri kesempatan pada Walikota dan Wakil Walikota untuk membenahi centang perentang yang terjadi antar SKPD dalam melakukan operasi pengawasan dan pembinaan PNS Cangkrukan. Atau barangkali ini akan menjadi pekerjaan rumah yang menjadi prioritas bagi Sekretaris Daerah yang sampai sekarang pun pejabatnya masih menjadi misteri. Tapi sebenarnya, tanpa menunggu operasi seperti itu, bagi kepala SKPD/Badan/Kantor harus segera bertindak, minimal sebagaimana yang kami sampaikan diatas. Walau terasa berat, ayo melangkah...

Pasuruan, 5 Mei 2011.

Drh. Ismu Hardiyanto
Wakil Ketua Komisi 1 DPRD Kota Pasuruan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar