Selasa, 03 Mei 2011

DUOOR..KORBAN UU 28 TAHUN 2009

Secara perlahan namun pasti, pelaksanaan klausul pasal pasal dalam Undang Undang 28 tahun 2009 mulai menemukan bentuknya. Undang undang yang telah disahkan dan diundangkan oleh pemerintah pusat dan DPR I, terasa pengaruhnya sampai didaerah tak terkecuali oleh juga pemerintah kota Pasuruan.
Undang undang yang mengatur tentang Pajak dan Retribusi Daerah itu mengamanatkan jenis jenis pajak dan retribusi yang boleh di pungut didaerah sekaligus melarang dengan keras daerah untuk memungut jenis pajak dan retribusi diluar yang sudah ditetapkan tersebut.
Otomatis, banyak perda kota Pasuruan yang selama ini berlaku dan menjadi payung hukum diberikannya ijin dan penarikan retribusinya , atas nama undang undang 28 tahun 2009 harus gugur dan tidak dibenarkan untuk dijalankan. Pemkot pun harus legawa untuk konsisten melaksanakan amanat undang undang ini, walaupun sepertinya dengan berlakunya undang undang mengakibatkan pendapatan yang selama ini diperoleh dari sisi retribusinya menjadi hilang, pendapatan daerah pun bisa berkurang dari SKPD penghasil tersebut.
Dalam pembahasan raperda di Pansus 1 kemarin, setidaknya ada dua raperda yang diusulkan untuk dicabut sebagai konsekwensi dari amanat undang undang 28 tahun 2009. Pertama, Perda no 23 tahu 2003 tentang Ijin Masuk Jalan Tertentu. Esensi perda ini, mengatut ijin masuk bagi kendaraan yang akan masuk pada jalan diuar kelas jalan yang bisa dilaluinya. Jadi selama ini truk yang akan masuk di jalan kota, harus mendapat ijin dan membayar retribusinya pada Dinas Perhubungan. Jadi, jika nanti perda lama dicabut, maka retribusinya menjadi tidak ada dan mekanisme ijinnya juga berubah. Dalam UU 22 tentang Jalan Raya, kewenangan ijin masuk jalan tertentu, wewenangnya berpindah, bukan lagi pada dinas perhubungan tapi pada pihak kepolisian. Yang perlu dicatat juga, pihak kepolisian pun seharusnya juga terikat dengan undang undang ini untuk juga tidak menarik retribusinya. Ini yang perlu diperdalam dengan pihak kepolisisan kota Pasuruan, sejauhmana kesiapannya untuk melaksanakan ketentuan ini.
Sepintas pemberlakuan mekanisme ini, rasanya memang agak merugikan pihak pemerintah kota sebagai “pemilik” jalan kota. Pemkot yang membuat dan merawat jalan tersebut tetapi tidak memiliki kewenangan dan seakan akan menjadi korban dari pelaksanaan undang undang baru dengan tidak adanya retribusi.
Kedua, usulan dicabutnya perda tentang retribusi ijin persewaan video. Dalam perda lalu, jika ada pengusaha ingin mempunyai usaha rental video, maka yang bersangkutan mengurus ijin usaha dan membayar retribsinya. Retribusi di bayar di dinas perhubungan sedangkan siup nya di dinas perijinan terpadu. Maka dengan dicabutnya perda ini, maka sekarang tidak perlu ke dinas perhubungan tapi cukup mengurus siup nya saja ke dinas perijinan degan tidak membayar retribusi. Gratis..tis..tis. Kembali, sepertinya pemkot kehilangan pendapatan dari sisi ini, lagi lagi karena undang undang 28 tahun 2009 yang harus ditaati.
Timbul peertanyaan, apa maksud dengan diberlakukannya uu no 28 tahun 2009 dan manfaat apa yang diperoleh pemkot karena sepertinya hanya menjadi korban, yang berakibat turunnya pendapatan adaerah.
Alasan utama yang dapat dikemukakan berkaitan dengan pelaksanaan undang undang 28 tahun 2009 adalah memberi ruang lebih longgar untuk mengembangkan usahanya dan mempemudah investasi yang akan ditanamkannya untuk berusaha di kota Pasuruan. Dengan dipermudahnya ijin masuk jalan kota dan tidak membayar retribsuinya diharapkan memperkecil biaya operasionalnya, memandang positif iklim usaha yang pada akhirnya akan memperkuat geliat ekonomi dan perputaran uang di kota ini, goal akhinya kalau sudah dipermudah maka semakin mempertinggi partisipasinya dalam membayar pajak. Pajak yang diperoleh , pemkot akan mendapat hasilnya dari bagi hasil dengan pemerintah pusat. Ini teorinya, semoga saja berjalan pada tracknya.
Yang perlu dilakukan dan di tuntaskan memang bagaimana cara mengukur tingkat keberhasilan dari perda baru ini jika nanti diberlakukan. Kalau kaitannya dengan pajak, sudah menjadi hal yang jamak, betapa sulitnya menarik pajak jika badan usaha telah melaksanaka usahanya, apalagi sekarang dengan sistem self assesment. Wajib Pajak diberi kelonggaran untuk menghitung sendiri dan melaporkan sendiri , artinya peluang kebocoran itu tinggi. Yang akan diperoleh akan sangat jauh dari potensinya.
Maka yang perlu dilakukan adalah mengetuk pintu kesadaran para wajib pajak/pengusaha tersebut. Upaya sosialisasi bahwa ada kemudahan berusaha harus secara rutin dilakukan dan akan sangat lebih baik jika dikerjakan bersama dengan instasi terkait lainnya, misalnya bersama Kantor Pelayanan Pajak Departemen Keuangan. Menarik jika Gathering tersebut mampu menumbuhkan sikap nasionalisme untuk kota Pasuruan, karena untuk membuat Pasuruan menjadi lebih baik sangat dibutuhkan peran serta pihak swasta. Dan dengan acara tersebut hubungan antar aparat semakin baik, karena selama ini belum pernah ada pertemuan bersama pengusaha yang ditangani bersama antara pemerintah kota dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasuruan.

Pasuruan, 17 April 2011
Drh. Ismu Hardiyanto
Wakil Ketua Pansus 1 DPRD Kota Pasuruan.
-Serpihan pembahasan RAPERDA 2011-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar