Senin, 03 Desember 2012

PEMBERDAYAAN BURUH TANI,

Pemerintah Kota Pasuruan mempunyai pekerjaaan rumah yang sampai saat ini masih belum terselesaikan yakni penyelesaian piutang daerah. Bahkan penyelesaiannya sekarang hampir menyentuh ranah hukum karena kejaksaan telah turun tangan dan memaksa debitur untuk membayarnya. Piutang ini telah berjalan mulai tahun 2003 dan saat itu diberikan pada kelompok masyarakat UKM dengan jumlah pinjaman sampai puluhan juta rupiah. Lalu apa hubungannya dengan buruh tani ?Kalau kita lihat mekanisme yang digunakan dua kegiatan ini hampir sama, persis bahkan. Bahwa melalui SKPD terkait memberikan bantuan kepada kelompok masyarakat secara langsung. Yaitu melalui Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan serta Bagian Administrasi Perekonomian untuk kegiatan pemberdayaan UKM sedang untuk pemberdayaan buruh tani melalui Dinas Pertanian,kehutanan , kelautan dan Perikanan. Kelompok masyarakat bertindak sebagai debitur dan harus mengembalikan uang yang dipinjamnya. Pengembaliannya pun dibatasi tidak boleh melebihi tahun anggaran yang berjalan. Pengalaman adalah guru terbaik. Semua pihak tentu tidak menginginkan , kegiatan yang nawaitunya sangat baik itu kemudian berakhir dengan anti klimak. Ketika outputya adalah pemberdayaan buruh tani dan terselamatkannya keuangan daerah maka perlu dimatangkan mekanisme mekanisme yang dirasa lebih aman. Saat ini telah dialokasikan dana sebesar Rp. 2.370.000.000,- (Dua Milyar tiga ratus tujuh puluh juta rupiah untuk kegiatan pemberdayaan buruh tani dengan kegiatan yang bernama Pemberdayaan Kelompok Buruh tani melalui usaha penangkaran benih padi dan produksi beras. meliputi persiapan lahan, pengerjaan lahan, bibit, saprodi dan panen padi. Sasaran kegiatan ini adalah Kelompok Buruh tani, 3 koordinator kecamatan, 1 koordinator kota , mengelola 185 hektar sawah bengkok. Dalam pendistribusian dana dan saprodi yag diberikan kepada kelompok buruh tani baik dana persiapan lahan, saprodi dan lain dilakukan oleh dinas Pertanian kepada koordinator kota kemudian didistribusikan kepada koordinator kecamtan dan akhirnya ke kelompok buruh tani. Demikian pula saat panen, hasil penjualan panen yang kemudian sebagiannya sebagai keuntungan buruh tani, maka sebagiannya pula dipergunakan untuk membayar uang yang telah diterimanya. Ada beberapa pertanyaan yang menggelanjut terkait dengan output terselamatkannya keuangan daerah. Yaitu siapakah yang mengelola keuangan selama kegiatan ini berlangsung mengingat kegiatan di sawah itu bukan hanya sekali musim tanam tapi ada tiga kali musim tanam. Siapakah yang bertanggungjwab atas kemacetan yang terjadi di tengah jalan, koordiantor kotakah, dinas pertaniankah ? siapa yang bertanggungjwab untuk pembinaannya ? Kita tidak menginginkan misalnya ada kelompok buruh tani yang bermasalah pada proses pengembalian dan kemudian saling mempermasalahkan yang pada akhirnya pengembalian anggaran tersebut tidak lagi dipertanggungjwabkan secara komunal tapi sendiri sendiri, tidak utuh sebagaimana dana awalnya. LEMBAGA KEUANGAN MIKRO PERTANIAN Alokasi anggaran pemberdayaan buruh tani tetap harus ada yang bertanggung jawab. Jika Dinas Pertanian sebagai penanggungjawab sepenuhnya 100 persen dana kembali, maka yang perlu dipertanyakan apakah sudah sesuai dengan Tupoksinya atau tidak. Mengingat mekanisme yang dibuat saat ini, tidak ada hubungan langsung antara Dinas Pertanian dengan kelompok buruh tani tapi melalui Koordinator tingkat kota dan kecamatan sebagai perantaranya. Jadi ada kendala tersendiri ketika melakukan pembinaan atau kontrol atas penggunaan dana yang telah diterima. Jika kemudian koordinator kota atau koordinator kecamatan sebagai penanggungjawab sepenuhnya, perlu juga di ukur kesanggupan dan kapabilitasnya. Maukah mereka diminta pertanggungjawaban untuk pengembalian anggaran tersebut ? Selintas, memang menjadi keuntungan tersendiri bagi koordinator kota maupun koordinator kecamatan, mereka saat ini menerima pula keuntungan dalam kegiatan ini, namun perlu diukur juga apakah sudah seimbang dengan resiko pada manajemen pengelolaan anggaran termasuk didalamnya pengembalian dana. Melihat pada permasalahan permasalahan diatas, ada pemecahan yang bisa diperdalam. Bagaimana kalau tugas pengelolaan anggaran ini diberikan pada lembaga yang terukur tanggungjawabnya, terutama pada pengeloaan anggarannya dan bisa dikelola lebih profesional. Pendirian LEMBAGA KEUANGAN MIKRO PERTANIAN menjadi salah satu solusinya. Jadi akan jelas, bahwa pada lembaga inilah yang bertanggungjawab pada kegiatan pemberdayaan kelompok buruh tani melalui berbagai divisinya. Diharapkan dengan pendirian lembaga ini akan memotong jalur distribusi dan koordinasi dengan kelompok buruh tani, menjadikan kegiatan berdayaoptimal bagi kesejahteraan buruh tani. Mengenai personalnya, tentu dipilih dari perpaduan mereka yang benar benar concern pada pemberdayaan sektor pertanian dan mengerti tentang pengelolaan keuangan. Jika lembaga ini benar benar dikelola lebih profesioanal, bukan tidak mungkin dana tersebut semakin membesar dan menjadi tumpuan harapan bagi para petani. Keberadaannya, bahkan lembaga ini bisa menjadi Badan Usaha Milik Daerah dalam bidang pertanian, dan inilah yang bisa dikatakan sebagai program berkelanjutan dari program pemberdayaan kelompok buruh tani. Atau ada usulan lain ? wallahualam bish showab. Pasuruan, 2 Desember 2012 Drh. Ismu Hardiyanto Ketua Fraksi Keadilan Hati Nurani DPRD Kota Pasuruan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar