Rabu, 22 Juni 2011

PELABUHAN PASURUAN, RIWAYATMU KINI..

Jika kita mengikuti paparan pendahuluan sangat yang dibuat oleh pemerintah kota baik itu LKPJ, RPJMD dan yang lainnya, hampir dapat dipastikan menyebut tentang asal usul atau sejarah kota Pasuruan. Beberapa kegemilangan masa lalu disebutkan telah memberikan torehan yang sangat membanggakan bahkan fenomenal, salah satunya adalah tentang Pelabuhan Kota Pasuruan.
Syahdan, dulu, juragan kayu bisa mengatakan jika melihat ke barat sungai orang yang berjalan sampai tidak tidak terlihat karena tertutupi oleh hilir mudik kapal dan oleh banyaknya kapal yang sandar. Dulu, orang Gresik dan Surabaya mengambil kayu dari Pasuruan. Itu dulu...
Dalam konteks kekinian, kemajuan dan besarnya manfaat yang bisa terambil dari pelabuhan masih bisa dikisahkan, hingga tahun 2002 an, geliat ekonomi masyarakat sekitar masih terasa, kapal dan aktifitas bongkar muat masih ramai, puluhan kapal besar bermuatan 500 kubik kayu masih hilir mudik . Kapal bermuatan garam pun bisa bersandar dan rutin beroperasi menambah ramainya pelabuhan.
Namun menginjak sekitar tahun 2003 seolah kiamat kecil terjadi disana. Tidak ada lagi aktifitas bongkar pasang, kalapun ada tidak lebih dari 5 kapal bersandar tiap bulannya, itupun kapal kecil bermuatan 250 meter kubik, tidak ada lagi orang ramai memanggul kayu kayu untuk dinaikkan truk. Tidak ada lagi senyum Mbok Min, karena warung kopinya ramai oleh para buruh dan pengguna pelabuhan. Bahkan banyak orang hanya bisa gelang geleng kepala karena pelabuhan bukan lagi tempat berlabuhnya kapal. Malam hari nanti dan entah sampai kapan, kawasan pelabuhan jadi tempat berlabuhnya cinta monyet anak anak muda, tak risih mereka memperlihatkannya di muka umum, miris...
Tapi ada juga yang tidak berubah. Apa itu ? Tarikan retribusi dari petugas berseragam biru biru dan loket penarikannya di pintu masuk. Tak peduli untuk urusan apa, pengunjung berkendaraan roda empat tetap ditarik retribusi dua ribu rupiah saat memasuki gerbang pelabuhan, padahal ada diantara mereka hanya lewat dan melintasi jalan hanya 100 meter untuk membeli porselain di sebuah toko yang ada dikawasan tersebut.
Atas nama kantor keren yang ada di Surabaya yang bernama PELINDO III, Petugas tersebut mencoba mengais retribusi dari masyarakat kota ini , yang kebanyakan tidak mengetahui kemana dan untuk apa uang yang telah mereka bayarkan, yang mereka tahu saat ini pelabuhan masih sepi, bahkan menjadi tempat yang angker karena tiadanya lampu jalan menyala dimalam hari , bahkan bisa jadi jalan membahayakan karena jalan berlubang lubang, ekstra hati hati...
Jadi, pelabuhan sebenarnya milik siapa , mari kita telusuri bersama..ada yang tahu ???

Pasuruan, 23 Juni 2011.
Drh. Ismu Hardiyanto
Anggota DPRD Kota Pasuruan.

2 komentar:

  1. Harusnya bisa dioptimalkan,,cuma sekarang sepertinya tidak terurus.
    Apalagi pasuruan punya kawasan industri,,yg selalu mengandalkan pelabuhan perak sebagai tempat bongkar muat barang export-import.
    apakah g munkin untuk jangka panjang pelabuhan di pasuruan digunakan untuk bongkar muat peti kemas.

    BalasHapus
  2. Permasalahnnya sekarang pada kepemilikan aset. Pelindo 3 masih menjadi pemiliknya, pemegang otoritanya. Pemkot tidak masuk memperbaiki sarana dan prasaranya. MOU lagi mengarah kesana. semoga tidak terjadi tarik menarik yang tidak perlu, u kemajuan bersama

    BalasHapus