Kamis, 25 Agustus 2011

MERDEKA DARI GERAKAN COPY PASTE !!

Dalam setiap pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) yang harus dilihat adalah seberapa besar prosentase anggaran yang diberikan pada prioritas pembangunan yang telah dicanangkan oleh pemerintah kota. Dari prosentase itulah yang akan jadi parameter, seberapa kuat konsistensi antara rencana dan realitas, dalam bahasa agama kita antara kata dan perbuatan.
KUA adalah breakdown dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang dibuat pertahun, sedang RKPD adalah wujud pelaksanaan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Seharusnya antara tiga dokumen tersebut senantiasa ada jalinan yang utuh, jangan sampai satu ngalor yang lainnya ngidul. Salah satu penyebabnya adalah masih adanya budaya copy paste, hanya ada pembaharuan tahun dan perubahan sedikit pada data padahal situasi dan kondisi sudah sedemikian berkembang. Sudah tak terbilang, DPRD memberikan warning kepada pemkot untuk menghentikan GPC, Gerakan Copy Paste pada penyusunan dokumen, apalagi pada dokumen yang menjadi pengarah pada kebijakan anggaran yang akan dilaksanakan.
KUA PPAS tahun 2012 sudah selesai dibahas oleh Tim Anggaran Pemkot dan Badan Anggaran DPRD. Walaupun sudah selesai, tapi rasanya ada yang mengganjal dan masih menyisakan sejumlah persoalan. Walikota menetapkan ada 12 prioritas pembangunan tahun 2012 yang terdiri dari :

1. Peningkatan aksesibilitas dan kualitas pelayanan pendidikan;
2. Peningkatan aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan;
3. Perluasan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan;
4. Peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat;
5. Peningkatan peran perempuan dan perlindungan anak;
6. Peningkatan peran pemuda dan keolahragaan;
7. Pemberdayaan usaha mikro, kecil & menengah serta peningkatan iklim investasi usaha;
8. Pembangunan, pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur;
9. Pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang
10. Reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan publik;
11. Peningkatan ketenteraman dan ketertiban, serta harmoni sosial;
12. Peningkatan kearifan lokal dan kesalehan sosial.

Sampai pada penetapan 12 prioritas pembangunan ini tidak timbul permasalahan yang mendasar, masih pada tataran normatif dan mewadahi /mengakomodir berbagai kebutuhan masyarakat. Namun ketika dimunculkan berapa prosentase anggaran yang diberikan pada masing masing agenda tersebut, ternyata memunculkan perangkaan prosentase yang cukup mengagetkan. Dari skema belanja langsung pada belanja untuk program berturut turut prosentasenya sebesar :

1. Peningkatan aksesibilitas dan kualitas pelayanan pendidikan; 24,94 %
2. Peningkatan aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan; 13,72 %,
3. Perluasan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan; , 2,88 %,
4. Peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat; 1,77 %,
5. Peningkatan peran perempuan dan perlindungan anak; 0,32 %,
6. Peningkatan peran pemuda dan keolahragaan; 1,11 %,
7. Pemberdayaan usaha mikro, kecil & menengah serta peningkatan iklim investasi usaha; 3,90 %,
8. Pembangunan, pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur; 5,46 %,
9. Pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang 6,13 %,
10. Reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan publik; 37,00 %,
11. Peningkatan ketenteraman dan ketertiban, serta harmoni sosial; 1,88 %,
12. Peningkatan kearifan lokal dan kesalehan sosial. 0,88 %

Coba kita cermati, untuk belanja yang mengakomodasi perluasan lapangan pekerjaan dan mengentaskan kemiskinan hanya mendapatkan angka 2,88 %, kalah jauh dengan reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan publik 37 %. Lebih mengenaskan lagi peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat dan peran perempuan dan perlindungan anak, kearifan lokal dan kesalehan sosial.

Jika perangkaan ini benar dan kemudian nanti terealisasi pada belanja kegiatan di masing masing SKPD, maka seakan menjadi sebuah pembenar bahwa masyarakat miskin atau mereka yang belum berkesempatan bekerja belum bisa menikmati sepenuhnya hasil pembangunan .

Pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana bisa muncul prosentase seperti itu, apakah benar benar karena desain perencanaan yang matang atau karena kecelakaan dalam perencanaan. Disebut perencanaan matang, jika memang desain ini sedari awal sudah dibuat. Dalam rangka mewujudkan visi misi walikota, dipatok prosentase untuk masing masing agenda dan kemudian tergambar prioritas yang harus dikerjakan. Dari sanalah yang kemudian akan memaksa Tim Anggaran dan Kepala SKPD terakit untuk merumuskan program sebagai breakdown dari masing amasing agenda. Nanti akan tergambar, bahwa satu agenda akan disupport oleh berbagai SKPD , ada sinkronisasi SKPD dengan adanya agenda pioritas pembangunan

Disebut perencanaan yang mengalami kecelakaan, apabila ternyata desain prosentase ini terjadi karena ketidaksengajaan. Kepala SKPD terjebak kepada program dan kegiatan sebagaimana tahun sebelumnya, baru setelah itu program dan kegiatan itu diklasifikasikan oleh Tim Anggaran untuk diseleksi mana yang mendekati agenda prioritas yang telah dibuat. Hal ini dilakukan karena juga copypaste. Jadi program kegiatan yang menjadi acuan bukan prioritas pembangunan. Dampaknya akan terlihat bahwa ada program kegiatan yang terlalu dipaksakan mendekati klasifikasi atau ada SKPD yang sepertinya tidak menemukan induknya dan hanya ditempelkan begitu saja, atau bahkan ada SKPD yang terlewatkan padahal agenda prioritas pembangunan tersebut adalah salah satu tupoksinya.

Sepertinya, yang terjadi dengan perencanaan kebijkan anggaran 2012 masih seperti perencanaan yang kedua, walaupun tidak 100 persen begitu. Banyak diantara Kepala SKPD yang masih terbelenggu dengan pola pikir dan pola kerja lama. Disini pentingnya untuk direalisasikan usulan agar Kepala SKPD mempresentasikan visi dan misi dinas yang dipimpinnya untuk merealisasikan janji walikota terpilih. Setidaknya dengan bisa menyampaikan visi dan misinya, akan mempermudah membuat program dan kegiatan yang sinkron dengan kebijakan walikota (baca: visi dan misi walikota). Kemampuan kepala SKPD seperti itu, juga sangat dipengaruhi oleh seberapa besar walikota dan walikota menjlentrehkan konsep pembangunan dengan bahasa yang verbal dan mudah dipahami kepala dinas, bukan hanya berbentuk dokumen tertulis yang bernama Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Inilah salah satu solusi agar ada sinkronisasi yang baik antar SKPD dalam mendukung agenda priotitas pembangunan walikota/wakil walikota. Jika tidak, apa yang ada sekarang ini akan terus berulang. Terjebak dalam rutinitas walau sudah dilakukan mutasi kepalas dinas. Kita ternyata masih belum merdeka dalam perencanaan kebijakan anggaran. Apa tidak mau berubah lebih baik ???


Pasuruan, 23 Agustus 2011.
Drh. Ismu Hardiyanto
Badan Anggaran DPRD Kota Pasuruan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar